Sumsel.co - KH. Hasyim Asy’ari merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia yang dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia. Nama lengkapnya adalah KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, lahir pada 14 Februari 1871 di Desa Gedang, Jombang, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga ulama terpandang dan memiliki garis keturunan dari Sunan Giri, salah satu Wali Songo.
Sejak kecil, Hasyim Asy’ari tumbuh dalam lingkungan pesantren yang kental dengan nilai-nilai keislaman dan kecintaan terhadap ilmu. Ayahnya, KH. Asy’ari, adalah pendiri Pesantren Keras di Jombang, sementara ibunya, Nyai Halimah, juga berasal dari keluarga ulama terkemuka. Kombinasi pendidikan agama dan karakter kuat inilah yang membentuk sosoknya sebagai pemimpin yang berilmu dan berwibawa.
Pendidikan dan Perjalanan Menuntut Ilmu
Sebagai seorang pencinta ilmu, cerita kehidupan Hasyim Asy’ari sarat dengan semangat belajar tanpa kenal lelah. Sejak usia muda, beliau telah belajar di berbagai pesantren di Jawa, seperti Pesantren Wonokoyo, Bangkalan, dan Siwalan Panji. Tidak puas dengan ilmu yang didapat di tanah Jawa, Hasyim Asy’ari kemudian menunaikan ibadah haji sekaligus menimba ilmu di Tanah Suci, Makkah.
Di Makkah, beliau berguru kepada banyak ulama besar, di antaranya Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi (ulama asal Sumatera Barat yang menjadi imam Masjidil Haram) dan sejumlah ulama Timur Tengah lainnya. Pengalaman menuntut ilmu di Makkah memperluas wawasan keislaman beliau dan memperkuat pandangan moderat dalam beragama.
Mendirikan Pesantren Tebuireng
Sekembalinya ke tanah air pada tahun 1899, KH. Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang. Pesantren ini kelak menjadi salah satu lembaga pendidikan Islam paling berpengaruh di Indonesia. Melalui Tebuireng, beliau menanamkan nilai-nilai Islam yang moderat, cinta tanah air, dan berorientasi pada akhlak mulia.
Metode pendidikan yang diterapkan oleh Hasyim Asy’ari tidak hanya fokus pada ilmu agama, tetapi juga pada pembentukan karakter santri. Beliau menekankan pentingnya adab dan moral dalam menuntut ilmu. Tak heran, banyak tokoh nasional dan ulama besar Indonesia yang merupakan alumni Tebuireng, seperti KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan KH. Wahid Hasyim.
Peran dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Selain sebagai ulama, KH. Hasyim Asy’ari juga dikenal sebagai tokoh nasionalis yang memiliki kontribusi besar terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia mengajarkan bahwa mencintai tanah air adalah bagian dari iman, yang dikenal dengan semboyan “Hubbul Wathan Minal Iman.”
Pada masa penjajahan Jepang, beliau aktif mempersatukan para ulama dan rakyat untuk menolak penjajahan. Salah satu momen penting dalam sejarah perjuangannya adalah Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945. Seruan ini menggerakkan para santri dan rakyat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman kolonial Belanda. Resolusi tersebut kemudian diakui secara nasional dan melahirkan peringatan Hari Santri Nasional setiap 22 Oktober.
Pemikiran dan Warisan Keilmuan
Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari banyak dituangkan dalam berbagai karya tulis yang mendalam, seperti Adabul ‘Alim wal Muta’allim (Etika Guru dan Murid) dan Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah. Karya-karya tersebut masih relevan hingga kini, terutama dalam membentuk karakter pendidikan Islam yang berakhlak dan berlandaskan kasih sayang.
Beliau juga menanamkan prinsip moderasi dalam beragama, menolak ekstremisme, dan mengajarkan toleransi terhadap perbedaan. Pandangannya yang bijak membuat Hasyim Asy’ari dihormati oleh banyak kalangan, baik dari umat Islam maupun non-Muslim.
Akhir Hayat dan Pengakuan Nasional
KH. Hasyim Asy’ari wafat pada 25 Juli 1947 di Tebuireng, Jombang. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi bangsa Indonesia, terutama kalangan santri. Namun, ajaran dan perjuangannya terus hidup dalam sanubari umat Islam hingga kini.
Sebagai bentuk penghormatan, pemerintah Indonesia menetapkan beliau sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1964. Nama Hasyim Asy’ari juga diabadikan dalam berbagai lembaga pendidikan, masjid, hingga nama jalan di berbagai daerah di Indonesia.
Inspirasi dari Cerita Kehidupan Hasyim Asy’ari
Dari cerita kehidupan Hasyim Asy’ari, kita belajar bahwa ilmu, iman, dan cinta tanah air tidak bisa dipisahkan. Beliau membuktikan bahwa seorang ulama sejati tidak hanya mengajar di pesantren, tetapi juga turut berjuang di medan sosial dan politik demi kemaslahatan umat.
Semangat beliau menjadi teladan bagi generasi muda untuk terus berkontribusi dalam membangun bangsa dengan dasar kejujuran, ketulusan, dan semangat belajar tanpa henti.
Kesimpulan
KH. Hasyim Asy’ari bukan hanya tokoh agama, tetapi juga pahlawan bangsa yang mengabdikan hidupnya untuk pendidikan dan kemerdekaan Indonesia. Melalui karya dan perjuangannya, beliau telah menanamkan fondasi kuat bagi lahirnya generasi Islam yang berilmu, berakhlak, dan cinta tanah air.
Mari kita terus meneladani nilai-nilai perjuangan dan keilmuan KH. Hasyim Asy’ari. Sebarkan semangat belajar, hormati guru, dan cintai tanah air sebagaimana yang beliau ajarkan.
Jika Anda terinspirasi dengan kisah ini, bagikan artikel ini agar lebih banyak orang mengenal sosok besar di balik berdirinya Nahdlatul Ulama dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.