Sumsel.co - Masjid Raya Abdul Kadim, yang juga dikenal dengan sebutan Masjid Kursi Patah, merupakan salah satu masjid tertua dan paling bersejarah di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Bangunan ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga simbol kebesaran sejarah dan budaya Islam di wilayah tersebut. Keunikan arsitektur, kisah masa lalu, serta makna filosofis di balik nama “Masjid Kursi Patah” menjadikannya destinasi religi yang menarik untuk dikunjungi.
Artikel ini akan mengulas secara mendalam tentang sejarah Masjid Raya Abdul Kadim (Masjid Kursi Patah), asal usul dinamakannya Masjid Raya Abdul Kadim (Masjid Kursi Patah), serta nilai-nilai yang menjadikan masjid ini warisan spiritual penting bagi masyarakat Musi Banyuasin dan sekitarnya.
Sejarah Masjid Raya Abdul Kadim (Masjid Kursi Patah)
Masjid Raya Abdul Kadim didirikan pada abad ke-19 dan diyakini sebagai salah satu pusat penyebaran Islam di daerah Sekayu, ibu kota Kabupaten Musi Banyuasin. Masjid ini dibangun oleh Pangeran Abdul Kadim, seorang tokoh ulama dan pemimpin yang berpengaruh pada masa Kesultanan Palembang Darussalam.
Pembangunan masjid ini tidak hanya bertujuan sebagai tempat beribadah, tetapi juga menjadi pusat kegiatan dakwah dan pendidikan Islam. Dalam sejarahnya, masjid ini menjadi tempat bermusyawarah para pemuka agama dan tokoh masyarakat yang turut membentuk karakter religius masyarakat Sekayu hingga saat ini.
Keunikan arsitektur masjid ini terlihat dari desain bangunannya yang menggabungkan gaya tradisional Melayu dengan sentuhan arsitektur Islam klasik. Dinding-dindingnya yang kokoh, atap bertingkat tiga, serta ornamen kayu ukir menjadi ciri khas yang mencerminkan perpaduan seni dan spiritualitas.
Asal Usul Dinamakannya Masjid Raya Abdul Kadim (Masjid Kursi Patah)
Sebutan “Masjid Kursi Patah” memiliki kisah menarik yang turun-temurun diceritakan oleh masyarakat setempat. Menurut cerita rakyat yang beredar, nama tersebut berasal dari sebuah peristiwa unik yang terjadi di dalam masjid.
Konon, pada masa awal berdirinya masjid, terdapat sebuah kursi tempat duduk khatib atau imam yang tiba-tiba patah saat sedang digunakan dalam kegiatan khutbah Jumat. Meskipun sudah beberapa kali diperbaiki, kursi tersebut selalu patah kembali, seolah memiliki makna simbolis tersendiri.
Masyarakat kemudian menafsirkan bahwa kejadian itu adalah tanda kebesaran Allah, mengingatkan agar setiap manusia tetap rendah hati meskipun berada di posisi mulia. Sejak saat itu, masyarakat menyebutnya Masjid Kursi Patah sebagai pengingat akan nilai-nilai kesederhanaan dan keikhlasan dalam beribadah.
Keindahan dan Keunikan Arsitektur
Masjid Raya Abdul Kadim memancarkan pesona klasik yang masih terjaga hingga kini. Struktur bangunan didominasi oleh bahan kayu pilihan dan batu bata merah, dengan warna alami yang memberikan kesan hangat dan berwibawa.
Menara masjid berdiri kokoh dengan bentuk tradisional, tanpa kehilangan keanggunan arsitektur Islam. Di bagian dalam, ukiran kayu di mimbar dan mihrab menggambarkan ketelitian para pengrajin lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Selain itu, kubah masjid yang tidak terlalu besar melambangkan kesederhanaan dan kearifan lokal masyarakat Musi Banyuasin yang menjunjung tinggi nilai spiritual di atas kemegahan fisik.
Peran Masjid Raya Abdul Kadim dalam Kehidupan Masyarakat
Hingga saat ini, Masjid Raya Abdul Kadim (Masjid Kursi Patah) masih aktif menjadi pusat kegiatan keagamaan, seperti salat berjamaah, pengajian, dan peringatan hari besar Islam. Masjid ini juga menjadi tempat berkumpulnya masyarakat Sekayu dalam kegiatan sosial dan pendidikan Islam.
Masjid ini bukan sekadar bangunan tua yang dilestarikan, tetapi juga simbol identitas keislaman dan kebudayaan lokal. Pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama menjaga kelestarian masjid ini sebagai bukti sejarah perjuangan dakwah di Bumi Serasan Sekate.
Mengunjungi Masjid Raya Abdul Kadim (Masjid Kursi Patah)
Bagi wisatawan religi, mengunjungi Masjid Raya Abdul Kadim adalah pengalaman spiritual yang berharga. Selain beribadah, pengunjung dapat menikmati keindahan arsitektur, mendalami kisah sejarahnya, serta belajar nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Lokasinya yang strategis di pusat Sekayu membuat masjid ini mudah dijangkau dari berbagai daerah di Sumatera Selatan. Suasana tenang, rindangnya pepohonan di sekitar area masjid, serta keramahan masyarakat setempat menambah kenyamanan pengunjung.
Pelestarian dan Nilai Warisan Budaya
Masjid Raya Abdul Kadim telah ditetapkan sebagai cagar budaya daerah, yang berarti bangunan ini memiliki nilai historis dan spiritual tinggi. Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin terus berupaya melakukan perawatan agar keaslian arsitekturnya tetap terjaga.
Upaya pelestarian ini bukan hanya bentuk penghormatan terhadap sejarah, tetapi juga warisan bagi generasi muda agar tetap mengenal dan mencintai peninggalan leluhur mereka. Dengan menjaga keberadaan masjid ini, masyarakat turut melestarikan identitas dan nilai-nilai Islam yang telah mengakar kuat di tanah Sekayu.
Kesimpulan
Masjid Raya Abdul Kadim (Masjid Kursi Patah) bukan sekadar bangunan bersejarah, melainkan simbol spiritual dan budaya Islam di Musi Banyuasin. Keindahan arsitektur, kisah masa lalu, serta makna di balik namanya menjadi bukti nyata bahwa nilai-nilai keimanan dan kebersamaan terus hidup di tengah masyarakat.
Melalui pelestarian dan kunjungan wisata religi, kita dapat meneladani semangat dan keikhlasan para pendahulu yang membangun masjid ini dengan penuh dedikasi.
Jika Anda berkunjung ke Kabupaten Musi Banyuasin, jangan lewatkan kesempatan untuk singgah dan beribadah di Masjid Raya Abdul Kadim (Masjid Kursi Patah). Rasakan ketenangan spiritual, nikmati keindahan warisan budaya, dan jadilah bagian dari upaya menjaga sejarah Islam di Sumatera Selatan.