Sumsel.co - Mantan Kepala Desa Lubuk Mas, Kecamatan Rawas Ulu, Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Saharudin, menghadapi tuntutan pidana penjara selama lima tahun enam bulan dalam kasus korupsi yang menyeret namanya. Terdakwa dinilai telah menyalahgunakan dana bantuan langsung tunai (BLT), pembangunan fiktif, serta gaji perangkat desa tahun anggaran 2020 dan 2021.
Persidangan tuntutan berlangsung di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Selasa (1/7/2025). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Muratara, Willy Pramudya dan Ichsan Azwar, menyampaikan tuntutan di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Kristanto Sahat.
"Menuntut supaya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara agar terdakwa Saharudin dijatuhi pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan, denda Rp 100 juta Subsidair 6 bulan," tegas JPU dalam sidang.
Jaksa menyebutkan bahwa Saharudin terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b, Ayat (2) dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Perbuatan Saharudin dinilai memberatkan karena menghambat program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, menyebabkan kerugian keuangan negara, serta tidak menunjukkan penyesalan dan belum mengembalikan kerugian yang ditimbulkan. Namun, terdakwa dianggap bersikap sopan selama proses persidangan dan belum pernah menjalani hukuman sebelumnya.
Selain pidana penjara dan denda, terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1.024.000.000. Jika tidak sanggup membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda terdakwa akan disita. Apabila nilai sitaan tidak mencukupi, akan diganti dengan pidana penjara tambahan selama tiga tahun.
Terdakwa Saharudin melalui penasihat hukumnya menyatakan akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan yang akan dibacakan pada sidang selanjutnya.
Kasi Intelijen Kejari Lubuklinggau, Armein Ramdhani menegaskan bahwa proses penyitaan aset terdakwa sedang berlangsung. "Untuk saat ini masih tuntutan. Apabila uang pengganti ini tidak dibayar juga akan kita kenakan kurungan juga selama tiga tahun dan harta bendanya akan disita," katanya.
Ia menambahkan, "Sementara ini kita lagi merekap barang-barang berharga dia, baik itu kita ke Samsat maupun ke BPN."
Dalam penghitungan kejaksaan, kerugian negara mencapai Rp 856 juta lebih. Pada tahun 2020, sebanyak 136 penerima BLT tidak mendapatkan haknya, dan 60 orang pada tahun 2021.
"Karena mantan kades ini sempat sesumbar akan dituntut selama setahun, tapi kami tuntut lima tahun," ungkap Armein.