Sumsel.co - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Palembang resmi melaporkan seorang wali murid ke Polda Sumatera Selatan, Kamis (23/10/2025). Laporan tersebut terkait dugaan pencemaran nama baik terhadap salah satu guru SMKN 7 Palembang melalui media sosial.
Ketua PGRI Kota Palembang, Dr. H. Ahmad Zulinto, menyebut langkah hukum ini merupakan upaya menjaga kehormatan dan marwah profesi guru. “Ucapan yang tersebar di media sosial itu membuat tidak nyaman dan menyinggung harga diri para guru. Kami menilai sudah ada unsur fitnah serta perbuatan yang mencederai martabat profesi,” ujar Zulinto kepada wartawan usai melapor di SPKT Polda Sumsel.
Sekitar 200 guru dari berbagai sekolah turut mendampingi pengurus PGRI saat pelaporan. Mereka hadir dengan seragam organisasi, sebagai bentuk solidaritas dan dukungan moral terhadap guru SMKN 7 yang menjadi sasaran tudingan di media sosial.
Zulinto menegaskan, tindakan ini bukan bentuk balas dendam, melainkan langkah kolektif untuk menjaga kehormatan pendidik. “Ini bukan persoalan pribadi, melainkan soal marwah profesi guru yang harus dijaga bersama,” tegasnya.
Meski tengah menempuh proses hukum, PGRI memastikan kegiatan belajar di sekolah tetap berjalan normal. “Kami menjamin hak siswa tetap dihormati. Tidak ada guru yang akan menghalangi anak didik untuk belajar,” ujarnya.
Menurut Zulinto, pernyataan di media sosial tersebut telah menimbulkan keresahan di kalangan guru dan mengganggu suasana belajar. Karena itu, pihaknya berharap kasus ini dapat diselesaikan secara bermartabat.
Lebih lanjut, Zulinto membuka peluang mediasi apabila kedua pihak bersedia berdamai. Namun, PGRI siap menempuh jalur hukum bila penyelesaian kekeluargaan tidak tercapai. “Kami ingin persoalan ini diselesaikan secara baik dan bermartabat. Tetapi kalau tidak memungkinkan, biarlah hukum yang berbicara. Apalagi pihak wali murid juga sudah lebih dulu melapor ke Polrestabes Palembang,” katanya.
Zulinto juga mengimbau masyarakat agar bijak dalam menggunakan media sosial, terutama ketika menyampaikan kritik kepada tenaga pendidik. “Kami punya prinsip: jika satu guru disakiti, semua guru akan ikut merasakannya. Hari ini 200 guru hadir, tapi bila diperlukan, kami bisa hadirkan 2.000 guru. Ini bukti solidaritas kami,” ujarnya menegaskan.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa langkah hukum ini merupakan bentuk tanggung jawab moral untuk melindungi martabat guru. “Kami hanya ingin menjaga martabat profesi dan memastikan para guru tetap bersemangat mendidik generasi muda,” tutup Zulinto.