Sumsel.co - Indonesia kaya dengan tradisi dan budaya yang lahir dari kearifan lokal, salah satunya adalah Tradisi Sedekah Bumi. Di Sumatera Selatan (Sumsel), tradisi ini masih dijaga dengan baik oleh masyarakat pedesaan maupun perkotaan yang memiliki akar budaya agraris.
Tradisi ini pada dasarnya merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi, rezeki, serta keberkahan yang diberikan. Masyarakat percaya bahwa alam yang subur dan hasil panen melimpah tidak hanya berkat kerja keras manusia, tetapi juga karena rahmat Tuhan serta keseimbangan dengan lingkungan.
Melalui Sedekah Bumi, masyarakat Sumsel tidak hanya melestarikan warisan leluhur, tetapi juga mempererat tali silaturahmi antarwarga, menciptakan harmoni, serta menjaga kebersamaan.
Sejarah Tradisi Sedekah Bumi
Akar Budaya dan Kepercayaan Leluhur
Sejarah Tradisi Sedekah Bumi di Sumsel berakar dari budaya agraris masyarakat yang hidup dengan bercocok tanam. Leluhur percaya bahwa bumi adalah sumber kehidupan yang harus dijaga dan dihormati. Dengan memberikan sebagian hasil bumi dalam ritual syukuran, masyarakat berharap keseimbangan alam tetap terjaga.
Tradisi ini juga dipengaruhi oleh nilai-nilai religius. Setelah masuknya Islam ke Nusantara, Sedekah Bumi tetap dilestarikan namun dipadukan dengan doa bersama, tahlilan, serta pembacaan ayat suci Al-Qur’an. Hal ini menjadikan tradisi ini semakin sarat makna spiritual, tidak sekadar ritual adat.
Perkembangan di Sumatera Selatan
Di berbagai daerah Sumsel seperti Ogan Komering Ulu (OKU), Ogan Ilir, hingga Musi Banyuasin, Sedekah Bumi dilakukan dengan cara berbeda. Ada yang menggelarnya dengan pesta rakyat, kirab budaya, atau doa bersama di sawah dan balai desa. Meski cara pelaksanaannya berbeda, esensi utama tetap sama: mengucap syukur kepada Tuhan dan memohon perlindungan bagi masyarakat.
Prosesi Tradisi Sedekah Bumi
Pelaksanaan Sedekah Bumi biasanya dilakukan setelah panen raya atau pada bulan-bulan tertentu yang dianggap baik oleh masyarakat. Berikut beberapa tahapan umum dalam prosesi Sedekah Bumi di Sumsel:
1. Persiapan Sesaji dan Hasil Bumi
Masyarakat mengumpulkan hasil bumi seperti padi, jagung, sayuran, buah-buahan, dan umbi-umbian. Semua itu dijadikan sesaji sebagai simbol rasa syukur atas keberkahan alam.
2. Doa Bersama
Acara dimulai dengan doa bersama. Tokoh agama atau pemuka adat memimpin doa, memohon keberkahan dan keselamatan bagi masyarakat desa. Pembacaan ayat suci Al-Qur’an menjadi pelengkap, menegaskan nilai religius dalam tradisi ini.
3. Kenduri dan Gotong Royong
Setelah doa, masyarakat makan bersama dalam kenduri. Hidangan khas daerah disajikan, mencerminkan kekayaan kuliner lokal. Suasana penuh kebersamaan ini semakin memperkuat rasa persaudaraan.
4. Hiburan Rakyat dan Budaya
Beberapa daerah menambahkan hiburan rakyat seperti tarian tradisional, musik daerah, hingga permainan khas. Hal ini tidak hanya menjadi ajang syukur, tetapi juga sarana melestarikan seni budaya lokal.