Sumsel.co - Tingkat inflasi Kota Palembang pada Oktober 2025 tercatat sebesar 3,36 persen secara tahunan (year-on-year), sedikit lebih tinggi dibandingkan target inflasi nasional 2,5 ± 1 persen. Kenaikan ini dipicu oleh lonjakan harga emas perhiasan dan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi, seperti Solar, Dexlite, dan Pertamina Dex yang naik antara Rp100 hingga Rp150 per liter.
Asisten II Sekretariat Daerah Kota Palembang, Isnaini Madani, menjelaskan bahwa komoditas pangan masih menjadi penyumbang utama inflasi di kota ini.
“Inflasi tertinggi berasal dari sektor makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 1,56 persen. Komoditas yang menyumbang kenaikan terbesar adalah daging ayam ras, telur ayam ras, ikan gabus, dan wortel,” ujar Isnaini.
Meski begitu, Isnaini menegaskan bahwa inflasi di Palembang masih berada dalam kondisi terkendali. Pemerintah Kota (Pemkot) terus memperkuat koordinasi bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dan instansi terkait agar laju harga tetap stabil menjelang akhir tahun.
Strategi 4K Jadi Langkah Utama Pemkot
Untuk menjaga stabilitas harga, Pemkot Palembang menerapkan Strategi 4K yang meliputi ketersediaan pasokan, kestabilan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
“Ketersediaan pasokan dilakukan dengan meningkatkan kerja sama antar daerah, pembagian bibit tanaman, dan pupuk bersubsidi,” papar Isnaini.
“Kemudian kestabilan harga, Pemkot akan lakukan operasi pasar murah di kecamatan dan kelurahan, penguatan pasar tradisional, serta penyaluran cadangan pangan bersama Bulog,” lanjutnya.
“Lalu kelancaran distribusi dilakukan melalui perbaikan jalan, revitalisasi pasar, dan pengaturan lalu lintas untuk mendukung logistik,” tambahnya.
“Setelah itu komunikasi efektif. Penyampaian informasi melalui media, koordinasi dengan daerah produsen dan distributor, serta kampanye belanja di pasar tradisional,” beber Isnaini.
Sinergi dengan BPS dan TPID

