Besarnya potongan atau fee dari aplikator menjadi keluhan klasik. ADO meminta potongan dibatasi maksimal 10 persen per transaksi.
“Potongan saat ini mencapai 20–30 persen. Ini sangat merugikan pengemudi. Kami yang bekerja di lapangan, tapi justru paling sedikit mendapatkan hasil. Negara harus hadir untuk mengatur hal ini secara adil,” jelas Asrul.
Tidak hanya ke pusat, ADO Sumsel juga mendesak DPRD Provinsi ikut terlibat memperjuangkan suara para pengemudi ojol Sumsel. Mereka berharap DPRD menjadi kanal politik yang mengawal tuntutan ini hingga ke Kementerian Perhubungan, Kantor Staf Presiden (KSP), dan bahkan Presiden.
“Kami berharap DPRD Sumsel dapat menjadi jembatan aspirasi dan menyampaikan suara para pengemudi ojol di Sumsel kepada Kemenhub, KSP, hingga Presiden,” ucap Asrul.
Meski menyebut aksi ini sebagai damai dan tertib, ADO menegaskan bahwa gerakan ini bukan simbol sesaat. Ini adalah bentuk nyata perjuangan ekonomi ribuan kepala keluarga yang menggantungkan hidup di balik kemudi roda dua.
“Ini bukan sekadar aksi turun ke jalan. Ini adalah perjuangan untuk masa depan ribuan keluarga yang hidup dari sektor transportasi online,” tutup Asrul.