10 Ribu Ojol Akan Tumpah ke Jalan: Aksi Damai ADO Sumsel Desak Regulasi Berpihak

Rabu 30 Apr 2025, 16:24 WIB
Ilustrasi - Hari Buruh 2025 (Sumber: sumsel.co)

Ilustrasi - Hari Buruh 2025 (Sumber: sumsel.co)

Sumsel.co - Gelombang suara para pengemudi ojek online (ojol) di Sumatera Selatan siap menggema di jantung Palembang.

Pada 20 Mei 2025 mendatang, sedikitnya 10.000 driver dari berbagai daerah di Sumsel akan turun dalam aksi damai besar-besaran yang digalang Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Driver Online (DPD ADO) Sumsel.

Titik utama aksi ini adalah kantor DPRD Sumsel—yang diharapkan menjadi jembatan aspirasi ke pemerintah pusat.

Ketua DPD ADO Sumsel, Muhammad Asrul Indrawan, menyebut gerakan ini sebagai bentuk akumulasi keresahan ribuan pengemudi yang selama ini bekerja tanpa kepastian hukum.

“Ini adalah aksi damai, namun serius. Kami akan turun dengan kekuatan 10.000 driver sebagai bentuk desakan agar pemerintah segera menerbitkan regulasi yang melindungi hak dan kepastian kerja kami,” ujar Asrul dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4/2025).

Aksi ini tak sekadar demonstrasi jalanan. Ia menjadi simbol perjuangan pekerja sektor informal digital yang merasa diabaikan dalam kebijakan negara.

Dalam pernyataannya, ADO Sumsel menegaskan tiga tuntutan utama yang akan mereka sampaikan kepada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan lembaga terkait:

  1. Kepastian Status Hukum Pengemudi Ojol

ADO mendesak pemerintah segera menerbitkan regulasi yang menetapkan pengemudi ojol roda dua sebagai angkutan sewa berbasis aplikasi. Tanpa payung hukum, jutaan pengemudi masih berada dalam ruang abu-abu kebijakan.

“Hingga kini, tidak ada kepastian hukum bagi kami. Padahal, jutaan masyarakat menggantungkan kebutuhan transportasi harian mereka kepada layanan ojol roda dua,” ujar Asrul.

  1. Penetapan Tarif Nasional

Pengemudi meminta adanya tarif batas atas dan bawah yang diberlakukan secara nasional. Selain itu, mereka menuntut adanya sanksi tegas terhadap aplikator yang melanggar tarif, bahkan hingga penutupan kantor aplikator.

“Aspek tarif sangat vital. Saat ini kami tak punya posisi tawar karena aplikator bisa mengatur tarif sesuka hati. Jika ada pelanggaran, kami mendesak agar kantor aplikator bersangkutan ditutup,” tegas Asrul.

  1. Batas Maksimal Potongan Aplikator

Besarnya potongan atau fee dari aplikator menjadi keluhan klasik. ADO meminta potongan dibatasi maksimal 10 persen per transaksi.

“Potongan saat ini mencapai 20–30 persen. Ini sangat merugikan pengemudi. Kami yang bekerja di lapangan, tapi justru paling sedikit mendapatkan hasil. Negara harus hadir untuk mengatur hal ini secara adil,” jelas Asrul.

Tidak hanya ke pusat, ADO Sumsel juga mendesak DPRD Provinsi ikut terlibat memperjuangkan suara para pengemudi ojol Sumsel. Mereka berharap DPRD menjadi kanal politik yang mengawal tuntutan ini hingga ke Kementerian Perhubungan, Kantor Staf Presiden (KSP), dan bahkan Presiden.

“Kami berharap DPRD Sumsel dapat menjadi jembatan aspirasi dan menyampaikan suara para pengemudi ojol di Sumsel kepada Kemenhub, KSP, hingga Presiden,” ucap Asrul.

Meski menyebut aksi ini sebagai damai dan tertib, ADO menegaskan bahwa gerakan ini bukan simbol sesaat. Ini adalah bentuk nyata perjuangan ekonomi ribuan kepala keluarga yang menggantungkan hidup di balik kemudi roda dua.

“Ini bukan sekadar aksi turun ke jalan. Ini adalah perjuangan untuk masa depan ribuan keluarga yang hidup dari sektor transportasi online,” tutup Asrul.

Reporter
Arief
Editor

Berita Terkait

News Update