Istri Pamen Polda Sumsel Dilaporkan Gelapkan Rp1,6 M, Pengacara: Fitri Justru Korban Penipuan

Jumat 25 Jul 2025, 11:08 WIB
Ilustrasi penggelapan uang (Sumber: sumsel.co/AI)

Ilustrasi penggelapan uang (Sumber: sumsel.co/AI)

Sumsel.co - Kasus dugaan penggelapan uang sebesar Rp1,6 miliar yang menyeret nama Fitriana alias F, istri seorang perwira menengah (Pamen) di Polda Sumsel, terus berlanjut. Perempuan tersebut sebelumnya dilaporkan oleh dua anggota polisi dan kini akhirnya memberikan klarifikasi melalui kuasa hukumnya.

Dedek, kuasa hukum Fitriana, menjelaskan bahwa persoalan ini bermula ketika rekan bisnis kliennya, Muh Hady Sujatmiko, yang mengaku sebagai Staf Sipil Asisten I di Kantor Penasehat Khusus Presiden Bidang Pertahanan Nasional, mengetahui bahwa anak Fitri sedang mengikuti seleksi Akademi Kepolisian (Akpol). Sujatmiko lantas menawarkan bantuan dengan imbalan uang sebesar Rp500 juta.

"M (Miko) ini dan istrinya D (Dessy) awalnya menjanjikan setelah melihat status dari F (Fitriana) ini bahwa anaknya ikut tes akademi kepolisian (Akpol) dan bisa dibantu karena dia dekat dengan orang Istana (Istana Negara), sehingga F lalu mentransfer uang Rp 500 juta ke Miko secara bertahap," ujar Dedek, Kamis (24/7/2025).

Setelah informasi mengenai anak Fitri yang ikut seleksi Akpol diketahui, dua anggota polisi yakni Andi alias A dan Liyanto alias L datang ke kediaman Fitri untuk menyampaikan maksud mereka. Sebelumnya, Fitri juga telah dijanjikan oleh Miko bahwa ia memiliki kuota untuk membantu meloloskan 10 calon bintara.

"Jadi untuk itu, posisinya F ini sebelumnya dijanjikan oleh Miko ini, bahwa dia ada kuota 10 orang (meloloskan calon bintara). Jadi posisinya, L dan A melihat anaknya F ini ikut seleksi (akpol), dia yang datang ke rumah meminta tolong. Dari F, bahwa dia bilang tidak bisa (membantu meloloskan 6 calon bintara yang diajukan Andi dan meloloskan Liyanto dari ancaman PTDH) karena itu bukan kuasa saya gitu," lanjutnya.

Meskipun Fitri telah menolak permintaan tersebut, Andi dan Liyanto tetap meminta agar dihubungkan langsung dengan Miko melalui video call. Dari komunikasi itu, Miko menyarankan agar uang Rp1,6 miliar ditransfer terlebih dahulu ke rekening Fitri, yang kemudian diteruskan kepada Miko.

"Tapi, L dan A ini meminta tolong maka langsung dihubungkanlah (oleh Fitri) ke saudara Miko dengan cara video call, dari video call itulah hubungan mereka berlanjut. Dan ketemu ending untuk urusan deal-dealan harga itu balik lagi ke saudara L dan A, jadi F ini hanya menyaksikan," kata Dedek.

"Pesan Miko ini ke L dan A supaya uangnya ditransfer ke F, padahal F tidak mau terlibat dalam persoalan ini, tapi M dan D ini meminta supaya uangnya ditransfer melalui rekening F. Nah, setelah F terima uang tersebut, langsung dikirimkan ke M," tambahnya.

Dedek menegaskan bahwa kliennya bukanlah pelaku, melainkan korban penipuan yang dilakukan oleh Miko dan Dessy. Fitri sendiri telah melaporkan keduanya ke Polda Metro Jaya sejak 16 Juni 2025, sebelum laporan dari Andi dan Liyanto masuk ke Polda Sumsel.

"Jadi tidak ada kita (Fitri) sebagai pelakunya, tidak juga menikmati hasil-hasil dari sini. Tidak ada mensrea niat dari F ini untuk mengambil keuntungan. Sebelum L dan A ini membuat laporan di Polda Sumsel, F sudah lebih dulu melaporkan ini ke Polda Metro Jaya, yang saat ini persoalannya dilimpahkan ke Polres Jakarta Raya. Miko dan Desi ini juga sudah dipanggil untuk datang pada Rabu, kemarin sudah dipanggil," ungkap Dedek.

Dalam laporan Fitri ke Polda Metro Jaya, disebutkan bahwa Miko dan Dessy menerima uang sebesar Rp1.347.000.000 secara bertahap. Dana tersebut awalnya ditujukan untuk membantu anak Fitri lolos Akpol, serta meloloskan empat calon bintara dari permintaan Andi dan satu anggota polisi, Liyanto, agar tidak dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).

Reporter
Arief
Editor

Berita Terkait

News Update