Sumsel.co - Dalam sidang paripurna DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) yang membahas Raperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025, Fraksi Partai Golkar menyampaikan kritik yang cukup tajam.
Melalui juru bicaranya, Hj. Lury Elza Alex Noerdin, fraksi tersebut menyoroti sejumlah isu strategis yang dinilai belum mendapat perhatian maksimal dalam rencana perubahan anggaran tersebut.
Lury menilai bahwa arah belanja daerah masih belum menunjukkan keberpihakan yang tajam dan responsif terhadap permasalahan penting yang dihadapi masyarakat Sumsel saat ini.
“Perubahan APBD ini belum sepenuhnya mencerminkan respon terhadap persoalan strategis daerah seperti kemiskinan ekstrem dan stunting,” ujarnya saat menyampaikan pandangan dalam forum resmi yang digelar pada Senin (21/7/2025).
Rapat tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Sumsel H. Nopianto bersama Ilyas Panji Alam, dan turut dihadiri oleh Wakil Gubernur Sumsel Cik Ujang serta para kepala OPD dan dinas lingkup Pemprov.
Selain menyoroti lemahnya penanganan isu sosial, Lury juga mengkritik kebijakan pembangunan infrastruktur yang menurutnya masih terfokus di wilayah tertentu dan tidak merata di seluruh provinsi. Ketimpangan ini, menurutnya, membuat pembangunan menjadi tidak inklusif.
Program ketahanan pangan juga menjadi sorotan. Meski telah dijalankan, menurut Fraksi Golkar hasilnya belum terlihat signifikan.
“Petani masih kesulitan menjual hasil panen dengan harga wajar. Fraksi mengusulkan pembentukan pasar pangan berbasis kelompok tani dengan dukungan ORIS dan pembangunan packaging centre di sentra pangan,” katanya.
Dalam sektor pendidikan, reformasi vokasi dinilai belum mendapatkan alokasi dana yang layak, terutama untuk mencetak lulusan SMK yang sesuai dengan kebutuhan sektor lokal seperti sawit, energi, perikanan, dan digitalisasi. Fraksi Golkar juga mendesak agar penguatan layanan publik berbasis digital menjadi program prioritas di lintas OPD.
“Penguatan digitalisasi pelayanan publik belum mendapat alokasi anggaran cukup. Golkar mendorong program ini menjadi prioritas lintas OPD,” katanya.
Lebih lanjut, Lury menyampaikan kekhawatiran terhadap program-program seremonial yang dinilai terlalu dominan dan belum memberikan dampak konkret.