Sumsel.co - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sumatera Selatan memperkirakan wilayah Sumsel akan menghadapi musim kemarau yang berlangsung lebih singkat, yaitu hanya selama tiga bulan, terhitung mulai Juli hingga September 2025. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kemarau kali ini diprediksi datang lebih lambat dan tidak sekering tahun 2023 maupun 2024.
BMKG menyebutkan bahwa musim kemarau 2025 diperkirakan akan sedikit lebih basah karena curah hujan masih tetap terjadi, meskipun dalam jumlah yang lebih sedikit dari musim hujan. Namun demikian, curah hujan selama kemarau ini tercatat masih berada di atas rata-rata untuk ukuran musim kering, yang artinya kemungkinan hujan tetap ada dan lebih intens dibandingkan musim kemarau pada umumnya. Dengan begitu, risiko kekeringan ekstrem diprediksi akan lebih rendah.
Kepala Koordinator Bidang Data dan Informasi Stasiun Klimatologi Sumsel, Nandang Pangaribowo, mengatakan bahwa secara normal wilayah Sumsel biasanya mengalami musim kemarau selama lima bulan, yakni dari Mei hingga September. Namun, adanya perubahan iklim baik di level regional maupun global membuat periode kemarau tahun ini lebih pendek.
“Bahwa secara normal, Sumsel mengalami musim kemarau selama lima bulan, dari Mei hingga September. Namun, karena pengaruh perubahan iklim regional dan global, musim kemarau tahun ini hanya akan terasa selama tiga bulan,” ujar Nandang, Senin (7/7/2025).
Ia menjelaskan, suhu muka laut di perairan sekitar Indonesia serta fenomena iklim global turut memengaruhi pola cuaca di Sumsel. Bahkan pada bulan April dan Mei lalu, sebagian besar wilayah di Sumsel masih diguyur hujan lebat yang menyebabkan banjir dan bencana hidrometeorologi lain, karena tingginya kandungan uap air selama masa peralihan musim.
Meski kemarau tahun ini diprediksi tidak sekeras tahun sebelumnya, BMKG tetap mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap potensi dampak yang bisa timbul. Sementara itu, awal musim hujan diperkirakan akan mulai datang kembali pada Oktober 2025.